Senin, 08 Maret 2010

Pendahuluan PTK ku "Meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa melalui Pendekatan Penemuan Terbimbing pada pembelajaran IPA SD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau yang sederajat, hal ini terdapat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2009 tentang pendidikan dasar. Sekolah Dasar atau yang sederajat merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak yang pada umumnya berusia 6-12 tahun. Pendidikan di SD dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dimana sebagian besar materinya berhubungan dengan pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh manusia pada umumnya, dan siswa pada khususnya. Menurut Srini. M. Iskandar (1997:15) Pembelajaran IPA untuk siswa SD harus dimodifikasi agar siswa-siswa dapat mempelajarinya. Ide-ide dan konsep-konsep harus disederhanakan agar sesuai dengan kemampuan dan tahap perkembangan kognitifnya.
Menurut Depdiknas (2006:484) mengatakan bahwa IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Berdasarkan pernyataan di atas untuk mewujudkan hal tersebut atau untuk dapat terlaksananya pembelajaran IPA yang memberikan pengalaman langsung maka guru hendaknya memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip pembelajaran yang berkualitas, yakni pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran perlu dirancang agar memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi mengembangkan kompetensi siswa secara berkesinambungan.
Tujuan mata pelajaran IPA di sekolah dasar yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaannya, b) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, c) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, d) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, e) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, f) meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, g) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/ MTS (KTSP: 2006).
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa IPA bukan mata pelajaran bersifat hafalan, tetapi mata pelajaran yang memberi peluang bagi siswa melakukan berbagai pengamatan dan latihan, terutama yang berkaitan dengan pengembangan cara berpikir yang sehat dan logis. Jika dicermati pembelajaran IPA di SD telah diusahakan untuk dekat dengan lingkungan siswa. Hal ini untuk mempermudah siswa mengenal konsep-konsep IPA secara langsung dan nyata. Sesuai dengan proses pembelajaran IPA yang menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung. Agar siswa dapat mengembangkan potensinya dalam menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Untuk meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan bergelut dengan ide-ide.
Pada kenyataannya, berdasarkan observasi pembelajaran IPA di SD masih cenderung menggunakan metode ceramah dan penugasan atau latihan-latihan dari guru. Materi pelajaran disampaikan langsung kepada siswa dan siswa hanya mendengarkan serta mencatat penjelasan dari guru. Praktikum IPA menurut hasil wawancara dengan guru IPA di SD tersebut jarang sekali bahkan tidak dilaksanakan. Guru hanya menginformasikan fakta dan konsep melalui metode ceramah dan meminimalkan keterlibatan siswa. Siswa diberi pertanyaan yang lebih cenderung berupa hafalan. Pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti melakukan suatu percobaan kemudian menyimpulkan sendiri hasil percobaan jarang dilakukan oleh guru.
Siswa lebih banyak mendengarkan dan menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan serta keterampilan yang mereka butuhkan. Hasilnya siswa kurang tertarik pada pembelajaran, kurang memahami penjelasan materi, tidak dapat menemukan konsep dan tidak dapat mengembangkan pengetahuan secara mandiri dan kurang memiliki kemampuan berpikir induktif dalam memahami konsep materi walaupun mereka memiliki banyak pengetahuan akan tetapi siswa tidak dilatih untuk menemukan sendiri pengetahuan itu. Akibatnya dapat menghambat kemampuan berpikir induktif siswa dalam mengorganisasikan suatu konsep materi pembelajaran dari guru khususnya pada mata pelajaran IPA.
Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin mengatasi permasalahan tersebut dengan menggunakan pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) karena dari observasi yang dilakukan dalam situasi belajar mengajar peneliti memperoleh data bahwa guru tidak pernah menggunakan konsep pembelajaran guided discovery dan dengan pendekatan ini siswa dapat menemukan atau menciptakan pengetahuan mereka sendiri tentang suatu konsep. Pembelajaran discovery ini merupakan salah satu model pengajaran menurut teori kognitif yang dikemukakan oleh Jerome Bruner. Bruner (dalam Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2006:170-171) berpendapat bahwa peranan guru harus menciptakan situasi dimana siswa dapat belajar sendiri daripada memberikan suatu paket yang berisi informasi atau pelajaran kepada siswa. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep dan prinsip-psinsip. Siswa didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan dan mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip-prinsip sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa dalam belajar.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengangkat permasalahan ini yaitu “meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa melalui pendekatan guided discovery pada pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”.
B. Identifikasi Masalah
1. Guru masih menggunakan metode ceramah dan penugasan atau latihan-latihan.
2. Praktikum IPA jarang sekali bahkan tidak dilaksanakan.
3. Guru hanya menginformasikan fakta dan konsep dan meminimalkan keterlibatan siswa.
4. Siswa diberi pertanyaan yang cenderung bersifat hafalan.
5. Siswa kurang tertarik pada pembelajaran IPA.
6. Pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti melakukan suatu percobaan kemudian menyimpulkan sendiri hasil percobaan jarang dilakukan oleh guru.
7. Siswa lebih banyak mendengarkan dan menunggu sajian guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan serta keterampilan yang mereka butuhkan.
8. Siswa kurang memiliki kemampuan berpikir induktif dalam memahami konsep materi.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada peningkatan kemampuan berpikir induktif siswa melalui pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya pada materi pelajaran IPA khusus kelas V Sekolah Dasar di SD Negeri Winongo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang ada, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa melalui pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) pada pokok bahasan sifat-sifat cahaya pada materi pelajaran IPA khusus kelas V sekolah dasar di SD Negeri Winongo, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa melalui pendekatan pembelajaran guided discovery pada materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V di SD Negeri Winongo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori metode pembelajaran dan strategi belajar mengajar dalam meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa khususnya pada pelajaran IPA di Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai bekal pengalaman praktis dalam mengaktualisasikan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari di universitas.
b. Bagi Almamater
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian guna menambah khasanah keilmuan khususnya bagi mahasiswa PGSD yang nantinya akan terjun sebagai tenaga-tenaga pendidik dan umumnya bagi mahasiswa lain.
c. Bagi Guru
Memberikan masukan dan bahan pengembangan serta evaluasi bagi guru pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir induktif siswa dengan menggunakan pendekatan guided discovery learning dalam proses belajar mengajar di SD Negeri Winongo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

by: nur_lita
Jadikan hati dan diri bermakna bagi hidup ini.

Melatih Kemampuan Berpendapat Anak dengan permainan "Cerita Berantai"

Bermain adalah sesuatu yang sangat disukai anak dan menjadi hal yang paling mengasyikkan bagi mereka. Usia bermain biasanya dilakukan oleh anak usia sekolah. Melalui permainan mereka dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dalam berinteraksi dengan teman, orang tua dan lingkungannya. Berdasarkan hasil riset mengajarkan anak melalui pendekatan belajar sambil bermain, jika diterapkan dengan benar pada anak akan mempengaruhi perkembangan kecerdasan, kreativitas, dan tingkah laku anak. Nah,,, kali ini saya akan mengenalkan permainan yang mungkin bisa membantu anak berani mengemukakan pendapat, berani berkomunikasi, berimajinasi dan mengasah daya pikirnya dalam bercerita. Permainan ini dilakukan secara berkelompok, dapat dilakukan di halaman atau di ruangan, jumlah peserta anatara 20-40 anak dengan usia 5-18 tahun. Cara permainan ini adalah sebagai berikut:

1. Guru mengajak siswa membentuk satu lingkaran besar.
2. Guru menjelaskan tujuan permainan dan memberikan tema cerita yang akan dibuat bersama-sama.
3. Guru menyiapkan catatan untuk mencatat cerita siswa. Siswa pertama di persilakan bercerita satu kalimat. Kegiatan bercerita diteruskan oleh siswa lain di sebelah kanannya dan berlangsung seterusnya hingga siswa terakhir.
4. Guru harus bisa mengatur agar cerita jangan sampai selesai sebelum siswa terakhir memberikan ceritanya. Cerita berakhir jika semua siswa telah bercerita.
5. Setelah seluruh cerita selesai, guru membacakan kembali cerita yang dibawakan siswa dan siswa diminta memberi komentar pada cerita yang sudah mereka bawakan.

Permainan ini mengasah daya kreatif anak. Guru mengatur alur yang dibuat siswa sehingga tamat pada cerita siswa terakhir. Usahakan setiap siswa terlibat dan memberi andil pada cerita bersama. Guru merekam semua informasi yang diperoleh dari siswa. Tema cerita yang digunakan harus sesuai dengan usia dan perkembangan siswa agar cerita yang mereka bawakan lebih menarik. Guru bisa memberi pilihan tema yang akan diceritakan. Dia juga bisa memotong cerita sebagian dan dilanjutkan dengan cerita siswa. Kegiatan ini akan terus dapat berkembang jika tokoh-tokohnya atau ceritanya juga dikembangkan.

by: nur_lita
Jadikan hati dan diri bermakna bagi hidup ini.